Sabtu (21/8), President University (PresUniv) mengukuhkan Prof. Dr. Chairy sebagai guru besar bidang Ilmu Manajemen. Chairy adalah guru besar ke-2 yang dikukuhkan oleh PresUniv. Sebelumnya pada 26 April 2019, PresUniv mengukuhkan Prof. Dr. Jony Oktavian Haryanto sebagai guru besar pertama. Prof. Jony kini menjabat sebagai Rektor PresUniv. Dalam sambutannya, Prof. Jony yang juga memimpin sidang senat terbuka pada pengukuhan tersebut mengatakan, “Saya bangga, karena hari ini President University kembali mengukuhkan seorang guru besar. Semoga pengukuhan Prof. Chairy menginspirasi dosen-dosen President University lainnya untuk segera menjadi guru besar.”
Oleh karena masih dalam masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), pengukuhan Chairy sebagai guru besar dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat dan dihadiri secara terbatas oleh beberapa tamu undangan. Di antaranya, Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji, DEA yang Ketua Yayasan Pendidikan Universitas Presiden, pendiri President University dan Chairman Grup Jababeka SD Darmono, jajaran direksi Jababeka dan beberapa perusahaan lainnya, sejumlah rektor perguruan tinggi, para guru besar dan pejabat dalam bidang pendidikan, serta undangan lainnya. Ratusan tamu undangan lainnya hadir secara daring.
Pada upacara pengukuhan tersebut, Chairy menyampaikan orasi ilmiah berjudul Imagining the Post-Pandemic Era: The Roles of Conscious Consumption and Influencer Marketing in Fostering Circular Economy. Menurut Chairy, pandemi dapat menjadi momentum untuk mendorong munculnya gerakan mengonsumsi secara berkesadaran (conscious consumption). “Konsumen berkesadaran melihat konsumsi sebagai tindakan sosial. Mereka tidak mengonsumsi secara berlebihan, tapi dengan lebih bertanggung jawab,” papar Chairy. Dalam orasinya, Chairy juga menyinggung berkembangnya peran influencer atau buzzer. Mereka ini, menurut Chairy, dapat memainkan peran penting dalam mendorong masyarakat untuk mengonsumsi secara lebih bertanggung jawab. Sayangnya, kata Chairy, dalam masyarakat yang semakin kapitalistik dan hedonistik, banyak influencer yang lebih memilih mengejar keuntungan materi dan mengabaikan peran mulia tersebut. Padahal, konsumen dan influencer yang berkesadaran ini dapat mendorong tumbuhnya perusahaan yang berkesadaran. Chairy menutup orasinya dengan menegaskan, “Hanya dengan cara memproduksi dan mengonsumsi secara berkesadaranlah kita akan dapat mengamankan masa depan kolektif bangsa.”