LEMBAGA LAYANAN PENDIDIKAN TINGGI WILAYAH IV

Inklusivitas Perguruan Tinggi, Investasi Keberhasilan Pendidikan Inklusif

Kampus Inklusif

Berbeda bukan menjadi batasan dalam memperoleh pendidikan hingga bangku perguruan tinggi. Di lingkungan LLDIKTI Wilayah IV terdapat sejumlah perguruan tinggi yang sudah menerapkan pendidikan inklusif bagi peserta didik disabilitas. Misalnya Universitas Islam Bandung dan Akademi Tata Boga Bandung.

Dalam kegiatan Bimbingan Teknis Layanan Inklusi dan Perpustakaan Perguruan Tinggi, Wakil Rektor I Universitas Islam Bandung (Unisba), Harits Nu’man menyebutkan, perbedaan fisik, mental, dan lainnya itu sudah tidak lagi menjadi sekat karena sudah dibuka selebar-lebarnya seluruh perguruan tinggi harus menjalankan amanah untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat.

“Namun, memang tidak bisa diaplikasikan ke semua jurusan. Contohnya di pertambangan. Ketika mahasiswa itu tidak mengenal warna, maka akan terjadi kecelakaan kerja. Sebab pada saat peledakan itu harus melihat warna kabel mana yang harus diputus mana yang harus disambung. Ketika kesalahan itu terjadi, maka muncullah kecelakaan kerja,” ungkap Harits di Ballroom Ibis Bandung Trans Studio Hotel, Selasa 29 Oktober 2024.

Demi mempermudah para mahasiswa disabilitas dalam menjalani perkuliahan, Unisba menyediakan pendamping untuk disabilitas. Tentu terdapat regulasi tambahan untuk  mendukung program ini berjalan dengan baik.

“Perlu ada pelatihan bagi para pendamping. Lalu, pada saat perguruan tinggi akan menjalankan regulasi,i maka seluruh sarana prasarana harus dipenuhi dari mulai jalannya, fasilitas lift jika ada gedung bertingkat, dan aspek lain yang dibutuhkan oleh kaum disabilitas,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, di Unisba sendiri terdapat fasilitas fisik, layanan akademik, layanan kemahasiswaan, layanan perpustakaan dan kesehatan bagi para disabilitas. Bahkan, sedang dikembangkan layanan difabel berbasis teknologi informasi. 

“Beberapa di antaranya interactive whiteboards, screen readers, voice recognition, virtual library tools, audio transcript, dyslexia friendly, Alquran braille, dan lainnya,” lanjutnya.

Sementara itu, tenaga pendidik dari Akademi Tata Boga Bandung (ATB), Nina Riyanti menyampaikan, cukup banyak mahasiswa disabilitas yang mampu menyelesaikan perkuliahan sampai jenjang mendapatkan ijazah di ATB.

“Sebab, di ATB terdapat strata D1. Kemudian ada D3 juga, jadi mahasiswa kita mempunyai regulasi awal kalau anak-anak disabilitas ini belum boleh memilih yang namanya jurusan,” jelas Nina.

Di ATB terdapat beberapa prodi seperti D1 Tata Boga, D1 Pastry, D3 Tata Boga, dan D3 Pastry. Nina menjelaskan, jika mahasiswa sudah satu tahun menjalani perkuliahan, maka akan dievaluasi untuk persetujuan kenaikan tingkat.

“Jika kita lihat evaluasinya cukup baik, baru mereka boleh memilih pastry. Sebab pastry merupakan jurusan yang cukup berat untuk anak berkebutuhan khusus. Terutama kalau kita bicara dari segi kognitif maupun soft skill, harus betul-betul pandai berhitung dan menimbang dengan baik. Kemudian, kemampuan motorik halus yang memang harus mumpuni. Seperti itu untuk di pastry, beda dengan di tata boga,” paparnya.

Ia melanjutkan, di ATB terdapat beragam mahasiswa disabilitas seperti penyandang tunarungu, autis, disabilitas fisik, disabilitas intelektual, dyslexia low vision, dan cerebral palsy dengan tingkat kesulitan dari sedang ke ringan. 

“Setelah lulus, para alumni sudah ada yang berhasil bekerja sesuai bidang industri, ada pula yang berwirausaha. Ada yang kembali ke rumah dengan kemampuan lebih mandiri dan adaptif untuk bergaul di masyarakat sekitar rumah,” tuturnya.

Menutup penjelasannya, Nina mengatakan, setiap langkah kecil menuju inklusivitas adalah investasi bagi keberhasilan pendidikan inklusif di perguruan tinggi. Serta pentingnya memiliki kesabaran dan keberlanjutan dalam proses perjalanan panjang ini.

Hal tersebut seiring dengan harapan LLDIKTI Wilayah IV untuk menciptakan inklusivitas di Perguruan Tinggi sebagai investasi keberhasilan pendidikan inklusif.

Share:

More Posts